DISPARITAS HUKUM: Potret Ketimpangan di Balik Palu Keadilan

Redaksi Media Bahri
0


Jakarta, Minggu, 10 Agustus 2025 – Mediabahri.com |
Bagi awak media, memahami istilah disparitas hukum bukan sekadar tambahan pengetahuan, melainkan bekal wajib dalam membedah realitas peradilan di negeri ini. Disparitas hukum adalah perbedaan vonis atau hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap perkara-perkara yang sebenarnya memiliki karakteristik serupa.


Secara sederhana: dua orang melakukan kejahatan yang sama, dengan modus dan kerugian yang setara, namun divonis dengan jarak hukuman bak langit dan bumi.



Mengapa Disparitas Hukum Bisa Terjadi?

Ada tiga akar masalah yang sering menjadi biang keladi:

  1. Subjektivitas Hakim
    Meski undang-undang menjadi acuan, hakim tetap membawa pertimbangan pribadi, latar belakang, bahkan sudut pandang yang berbeda. Di ruang sidang, persepsi bisa menjadi “palu” kedua selain yang ada di tangan.

  2. Faktor Non-Yuridis
    Tekanan publik, intervensi kekuasaan, atau perbedaan status sosial-ekonomi terdakwa kerap menjadi “angin tak kasat mata” yang meniup arah putusan.

  3. Minimnya Pedoman Pemidanaan
    Indonesia belum memiliki standar pemidanaan yang baku. Celah ini membuka ruang diskresi terlalu lebar, sehingga vonis bisa bergantung pada siapa hakimnya, bukan pada kejahatannya.



Contoh yang Membuka Mata

Ambil contoh kasus korupsi. Dua pejabat menggarong uang negara dalam jumlah sama, dengan modus yang mirip. Yang satu divonis 1 tahun penjara, yang lain 7 tahun. Fakta seperti ini menampar logika keadilan, sekaligus menguatkan sindiran klasik: hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas.



Dampak yang Lebih Bahaya dari Sekadar Putusan

Disparitas hukum bukan sekadar selisih angka hukuman. Ia adalah bom waktu yang bisa meledakkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Jika rakyat merasa hukum hanya berpihak pada yang berkuasa, maka wibawa pengadilan runtuh, dan keadilan menjadi barang mewah yang tak lagi dipercaya.



Pesan untuk Jurnalis:
Pahami, gali, dan soroti disparitas hukum dengan lensa kritis. Tugas kita bukan hanya melaporkan putusan, tapi menguak mengapa dua kasus serupa bisa berakhir berbeda.

Penulis: Syamsul Bahri
Ketum FORSIMEMA-RI


Redaksi: Mediabahri.com

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Lanjutkan, Go it!) #days=(20)

Terima Kasi sudah berkunjung ke Media Bahri, Info Lewat WhatSapp Hubungi Sekarang
Ok, Go it!