Mediabahri.com – Jumat, 8 Agustus 2025
Jakarta – Pemerintah bersama DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, sebagai upaya kodifikasi dan harmonisasi hukum pidana Indonesia. Salah satu langkah penting dalam pembaruan ini adalah integrasi core crimes atau inti tindak pidana khusus ke dalam KUHP, menggunakan pendekatan de minimis.
Menurut Bintoro Wisnu Prasojo, Hakim PN Serui, langkah ini dilakukan untuk mengatasi problem disharmoni norma, tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum, dan ketidakpastian hukum yang selama ini muncul akibat dualisme antara KUHP lama warisan kolonial dan undang-undang pidana khusus (lex specialis).
Meski begitu, integrasi tidak dilakukan secara penuh. Hanya unsur-unsur pokok dari tindak pidana khusus seperti korupsi, terorisme, pencucian uang, dan narkotika yang diakomodasi dalam KUHP baru. “Sifat extraordinary crime dari tindak pidana tersebut tetap dipertahankan, termasuk hukum acara dan lembaga penegak hukumnya,” ujarnya mengutip Anotasi KUHP Nasional 2024.
Pendekatan de minimis berarti ketentuan inti dimasukkan ke KUHP, sementara aspek-aspek lainnya—termasuk kewenangan lembaga seperti KPK, BNN, BNPT, dan Komnas HAM—tetap diatur dalam undang-undang khusus. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepastian hukum dan harmonisasi norma, meski potensi perbedaan penafsiran antar aturan tetap ada.
Bintoro menilai, integrasi ini juga dapat mempengaruhi hukum acara pidana yang berlaku untuk tindak pidana khusus. Perbedaan antara hukum acara dalam KUHP dan undang-undang khusus bisa memunculkan tantangan baru dalam praktik penegakan hukum.
“Integrasi core crimes adalah langkah strategis, tapi perlu diikuti harmonisasi sistemik, evaluasi regulasi sektoral, dan koordinasi antarlembaga, agar tujuan KUHP Nasional tercapai secara efektif,” pungkasnya.
Redaksi: Mediabahri.com