Jakarta — 25 Agustus 2025 | Mediabahri.com — Gelombang isu demonstrasi yang mengguncang Gedung DPR RI pada Senin (25/8) menyeret kembali tuntutan publik: pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di tengah eskalasi wacana itu, Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Monitor Aparatur Untuk Negara dan Golongan (LSM MAUNG), Hadysa Prana, melontarkan kritik keras terhadap pasal-pasal “karet” dalam UUD 1945 yang dinilainya bisa menjadi tameng bagi wakil rakyat yang abai pada amanat konstitusi.
“Pasal 7C UUD 1945 memang melindungi DPR dari pembubaran sepihak oleh Presiden,” tegas Hadysa. “Namun, apakah pasal ini betul-betul benteng demokrasi, atau justru perisai bagi anggota DPR yang tidak amanah?”
Hadysa mengingatkan kembali Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, yang menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. “Jika DPR secara sistematis mengkhianati rakyat, membuat undang-undang yang merugikan, dan membiarkan korupsi merajalela, maka legitimasi keberadaan mereka harus dipertanyakan,” sindirnya.
Tak berhenti di situ, LSM MAUNG juga menguliti regulasi turunan lain:
- UU No. 17 Tahun 2014 (UU MD3): Pasal hak imunitas DPR disebut kerap dijadikan tameng dari jeratan hukum, alih-alih untuk melindungi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya.
- UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik: Rekrutmen dan kaderisasi partai politik dinilai gagal menghasilkan wakil rakyat yang berintegritas, sehingga DPR diisi oleh figur-figur oportunis.
- UU Pemilu tentang mekanisme recall: Mekanisme penarikan anggota DPR oleh rakyat dinilai “hampir mustahil” dilakukan karena prosesnya berbelit dan penuh syarat administratif.
“Ini membuat anggota DPR seolah kebal terhadap tuntutan rakyat,” kata Hadysa dengan nada tajam.
Menurutnya, desakan pembubaran DPR yang menggema di jalanan adalah alarm bahaya bagi elit politik. “Kita tidak bisa terus bersembunyi di balik pasal-pasal konstitusi yang bebal, sementara rakyat semakin muak dan merasa dikhianati,” tegasnya.
Di akhir pernyataan, LSM MAUNG menyerukan reformasi total terhadap sistem politik dan hukum di Indonesia. “Rakyat butuh DPR yang benar-benar mewakili kepentingan bangsa, bukan menjadi menara gading kepentingan partai dan kelompok tertentu,” tutup Hadysa.
Penulis: Tim LSM MAUNG
Redaksi: Mediabahri.com