
BINJAI – Mediabahri.com |
Dugaan proyek “hantu” kembali menyita perhatian publik di Kota Binjai. Proyek pembangunan kanopi senilai Rp140 juta di kawasan Rumah Gadang, Jalan Agus Salim, Kelurahan Nangka, Kecamatan Binjai Utara, ditemukan dikerjakan tanpa memasang plang proyek—suatu kewajiban hukum yang tidak boleh diabaikan.
Temuan Mediabahri.com pada 26 November 2025 menunjukkan pekerjaan dilakukan secara tertutup, tanpa data anggaran, sumber dana, masa kontrak, maupun identitas vendor. Kondisi ini memperkuat dugaan adanya ketidaktransparanan dalam pelaksanaan kegiatan yang menggunakan uang negara.
Kabid Cipta Karya PUTR Kota Binjai: “Sudah Kita Himbau, Tapi Tak Diindahkan”
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUTR Kota Binjai, Royto Sihombing, ketika dikonfirmasi Mediabahri.com, membenarkan bahwa proyek tersebut berada di bawah kewenangan mereka. Ia sudah menegur berulang - ulang agar pihak pelaksana untuk memasang plang proyek sesuai ketentuan.
“Benar, itu proyek kita. Dan sudah kita tegur pihak pelaksana untuk memasang plang proyek tersebut, tapi sampai sekarang tidak mereka lakukan,” ungkap Royto dengan nada kecewa.
Ia menegaskan bahwa pemasangan plang bukan sekadar formalitas, melainkan kewajiban hukum dalam rangka keterbukaan informasi publik.
“Saya sangat kecewa. Aturan sudah jelas, transparansi itu wajib. Kalau pelaksana mengabaikan, berarti mereka tidak menghormati regulasi dan arahan kita,” tambahnya.
Royto menyebut pihaknya akan melakukan evaluasi dan menindaklanjuti ketidakpatuhan kontraktor tersebut.
Berpotensi Melanggar UU: Dari KIP hingga Tipikor
Tidak dipasangnya plang proyek berpotensi melanggar sejumlah aturan penting, antara lain:
1. UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Pasal 11 mewajibkan pemerintah membuka informasi anggaran proyek publik.
Pasal 52 memberikan sanksi pidana kurungan hingga 1 tahun bagi pihak yang sengaja tidak menyediakan informasi publik.
2. Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Mengharuskan setiap pekerjaan konstruksi memasang papan informasi proyek sebagai bentuk akuntabilitas.
3. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 3 mewajibkan seluruh penggunaan APBD dilakukan secara tertib, transparan, dan akuntabel.
Jika ketertutupan ini berkaitan dengan penyimpangan anggaran, maka kasus dapat masuk ranah UU Tipikor, khususnya:
Pasal 3 UU Tipikor
Penyalahgunaan kewenangan hingga merugikan uang negara dapat dipidana hingga 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Praktisi Hukum Ahmad Zulfikar: “APH Harus Turun, Ada Potensi Tipikor”
Praktisi hukum Sumatera Utara, Ahmad Zulfikar, SH., MH., menilai temuan ini bukan persoalan sepele.
“Tidak memasang plang pada proyek negara adalah awal dari potensi penyimpangan. Publik kehilangan hak untuk mengawasi, dan itu membuka ruang mark-up serta manipulasi anggaran,” tegasnya.
Menurutnya, baik vendor maupun pejabat terkait bisa diperiksa jika ditemukan unsur kesengajaan.
“UU KIP, Perpres Pengadaan, UU Perbendaharaan, hingga UU Tipikor berlaku di sini. APH harus turun memeriksa. Ini uang negara, bukan ruang bermain vendor,” pungkasnya.
Masyarakat Desak Tindakan Tegas
- Publik kini mendesak Pemkot Binjai dan Dinas PUTR untuk segera:
- Menegur keras dan memberikan sanksi terhadap pelaksana proyek,
- memeriksa administrasi kontrak dan realisasi fisik,
- Memastikan seluruh proyek APBD tidak dijalankan secara tertutup,
- Memperketat pengawasan dan menindak vendor yang tidak patuh aturan.
- Ketidaktransparanan pada proyek bernilai ratusan juta rupiah dianggap sangat meresahkan dan berpotensi merugikan keuangan daerah.
Mediabahri.com Tetap Mengawal
Mediabahri.com berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dan memantau tindak lanjut Pemkot Binjai terhadap pelaksana proyek yang mengabaikan regulasi tersebut.
Publik menunggu langkah nyata pemerintah untuk menghentikan praktik-praktik tak transparan yang dapat merusak kepercayaan terhadap pengelolaan APBD.
Reporter: Zulkarnain Idrus
