
Mediabahri.com | Medan — Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumatera Utara secara tegas meminta agar pembangunan kawasan perumahan mewah Citra Land Tanjung Morawa dihentikan sementara waktu. Desakan ini muncul di tengah mengemukanya kasus dugaan korupsi aset negara milik PT Perkebunan Nusantara I Regional I (PTPN I–Regional I) bersama anak perusahaannya, PT Nusa Dua Propertindo (NDP), yang kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Sekretaris KNPI Sumut, Muhammad Tarmizi, menegaskan bahwa langkah moratorium tersebut bukanlah bentuk penolakan terhadap investasi, namun sebagai upaya menjaga integritas hukum dan aset negara di tengah proses penyidikan yang masih berlangsung.
“KNPI Sumut meminta agar pembangunan Citra Land dihentikan sementara sampai seluruh proses hukum dan audit kerugian negara diselesaikan. Kita tidak ingin pembangunan dilakukan di atas lahan yang status hukumnya belum jelas karena bisa merugikan negara dan merusak kepercayaan publik,” tegas Tarmizi di Medan, Selasa (11/11).
Dugaan Penyalahgunaan Aset Negara
Kasus yang melibatkan PTPN I Regional I dan NDP ini bermula dari dugaan penyalahgunaan aset negara berupa lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 8.077 hektare, yang awalnya dikelola oleh PTPN II (sebelum merger menjadi PTPN I Regional I) dan kemudian dialihkan kepada NDP. Lahan tersebut diduga digunakan untuk pembangunan proyek properti berskala besar, termasuk kawasan Citra Land Tanjung Morawa.
Sejak restrukturisasi BUMN Perkebunan pada tahun 2023, PTPN II resmi menjadi bagian dari PTPN I Regional I di bawah holding PTPN III (Persero). Namun, dugaan praktik korupsi ini mencakup periode sebelum dan sesudah penggabungan, sehingga menjadi perhatian serius publik dan aparat hukum.
Kejati Sumut diketahui telah menetapkan sedikitnya empat tersangka, di antaranya mantan Direktur PTPN I Regional I, pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, serta Direktur PT NDP.
Kerugian negara yang ditimbulkan diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah, sementara pihak kejaksaan telah mencatat pengembalian uang ke kas negara sebesar Rp 150 miliar dari sejumlah pihak yang terlibat.
Moratorium: Langkah Etis dan Rasional
KNPI Sumut menilai bahwa dengan status hukum lahan yang belum pasti, aktivitas pembangunan di atasnya dapat dikategorikan melanggar asas status quo aset negara. Selain itu, proyek tersebut juga dinilai berpotensi menimbulkan dampak sosial dan lingkungan di sekitar wilayah bekas perkebunan, yang seharusnya melewati proses partisipatif dan audit AMDAL yang transparan.
“Kita bukan menolak investasi, tapi kita ingin memastikan pembangunan berjalan di atas dasar hukum yang bersih. Moratorium sementara adalah langkah etis dan rasional untuk melindungi aset negara sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap BUMN dan pengembang,” tambah Tarmizi.
Desakan KNPI Sumut
Dalam pernyataan resminya, KNPI Sumut mendesak beberapa langkah strategis kepada pemerintah dan aparat hukum, antara lain:
1. Kejaksaan Tinggi Sumut segera menuntaskan penyidikan dan mengumumkan hasil audit kerugian negara secara terbuka.
2. Pemerintah Provinsi Sumut dan BPN meninjau ulang izin dan status lahan proyek Citra Land.
3. DPRD Sumut menerbitkan rekomendasi moratorium sementara pembangunan sampai status hukum lahan dinyatakan bersih.
4. Kementerian BUMN melakukan evaluasi tata kelola aset PTPN I Regional I dan anak perusahaannya agar praktik serupa tidak terulang.
5. Kejatisu diminta segera menetapkan seluruh pihak yang terlibat — baik pejabat, pengusaha, maupun oknum lainnya — sebagai tersangka.
Pemuda Kawal Keadilan
KNPI Sumut menegaskan bahwa pembangunan di Sumatera Utara harus berdiri di atas prinsip keadilan sosial, kepastian hukum, dan keberlanjutan lingkungan.
“Kita ingin Sumatera Utara maju dengan pembangunan yang bersih, bukan pembangunan yang menyisakan luka hukum dan ketimpangan sosial. Pemuda harus berdiri di garis depan untuk mengawal keadilan dan transparansi publik,” pungkas Tarmizi.
Ia juga mengutip komitmen Presiden RI Prabowo Subianto yang menegaskan bahwa korupsi harus diberantas tanpa pandang bulu.
“Ini momentum untuk menegakkan hukum dan membersihkan tata kelola aset negara,” ujarnya.
Reporter: Mhd. Zulfahri Tanjung
Editor: Zulkarnain Idrus
