Aktivis HAM Nyakli Maop: Pemerintah Pusat dan Aceh Khianati Rakyat, Akar Masalahnya Pengingkaran Sejarah

Redaksi Media Bahri
0

Mediabahri.com | BANDA ACEH — Aktivis HAM dan pegiat sosial Aceh, Razali alias Nyakli Maop, melontarkan kritik paling kerasnya selama ini. Ia menuding Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Aceh sama-sama telah mengkhianati rakyat Aceh, bukan sekali, tetapi berulang kali, dalam pola yang ia sebut sebagai “pengingkaran sejarah yang sistematis dan diwariskan lintas rezim.”

Dalam keterangannya, Nyakli Maop menegaskan bahwa akar konflik Aceh—baik masa lalu maupun kini—bukan sekadar persoalan politik praktis, melainkan luka historis yang terus diabaikan, hingga membentuk pola ketidakadilan yang memicu lahirnya perlawanan berulang.


“Aceh Memberi Segalanya, Tapi Dibalas Pengkhianatan”

Nyakli Maop menyorot tajam fase awal pascakemerdekaan yang menurutnya menjadi fondasi konflik berkepanjangan.

“Aceh menjadi Daerah Modal bagi Republik. Rakyat menyerahkan darah, nyawa, dan harta. Emas rakyat Aceh dijual demi membeli pesawat RI-001 Seulawah. Itu bukan jasa kecil,” ujarnya.

Kepercayaan penuh itu, katanya, diberikan karena janji Presiden Soekarno kepada Teungku Daud Beureueh—yakni pemberian otonomi khusus Aceh dan hak menjalankan Syariat Islam.

Namun balasannya justru dianggap pengkhianatan.

“Status Provinsi Aceh dicabut pada 1950. Aceh dijadikan Keresidenan di bawah Sumatera Utara. Janji Syariat Islam tidak ditepati. Inilah pengingkaran sejarah pertama dan paling mendasar,” tegas Nyakli Maop.

Pengingkaran itu, lanjutnya, menjadi pemicu langsung pemberontakan DI/TII Aceh pada 1953, yang secara ideologis menjadi akar lahirnya gerakan politik dan bersenjata di kemudian hari, termasuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM).


MoU Helsinki: Perdamaian yang “Tidak Dihormati Sepenuhnya”

Nyakli Maop tidak hanya menyoroti masa lalu. Ia menegaskan bahwa pola yang sama terus berulang bahkan setelah MoU Helsinki 2005, yang seharusnya menjadi tonggak akhir konflik bersenjata.

Menurutnya, implementasi MoU tidak sepenuhnya dijunjung tinggi oleh Pemerintah Pusat—bahkan juga oleh Pemerintah Aceh sendiri—sehingga menimbulkan rasa dikhianati di tengah masyarakat.

“Semangat perdamaian yang bermartabat itu justru kembali diabaikan. Tidak semua butir MoU dijalankan. Ini pengingkaran era baru,” katanya.

Ia menilai Pemerintah Aceh—yang mestinya menjadi penjaga amanat rakyat dan pelaksana MoU—justru ikut larut dalam politik kekuasaan, sehingga kepentingan rakyat kembali terpinggirkan.


Desak Evaluasi Menyeluruh: “Kembalilah pada Semangat MoU”

Pernyataan Nyakli Maop memperkuat deretan kritik masyarakat sipil Aceh yang menilai banyak klausul MoU Helsinki masih menggantung, mulai dari kewenangan politik, pengelolaan sumber daya alam, hingga penyelesaian pelanggaran HAM masa konflik.

Ia mendesak Jakarta dan Banda Aceh untuk menghentikan pola pengingkaran sejarah serta kembali kepada komitmen awal yang disepakati demi perdamaian Aceh yang sejati.

“Jika sejarah terus diingkari, Aceh akan selalu hidup dalam siklus kekecewaan yang sama. Dan itu bahaya bagi masa depan perdamaian,” tutupnya.


Reporter: Syaiful Laki
Editor: ZoelIdrus

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Lanjutkan, Go it!) #days=(20)

Terima Kasi sudah berkunjung ke Media Bahri, Info Lewat WhatSapp Hubungi Sekarang
Ok, Go it!