Jakarta – Mediabahri.com
Presiden Republik Indonesia, Jenderal (Purn) H. Prabowo Subianto, diminta untuk segera membentuk tim klarifikasi dan investigasi nasional guna mendata ulang para pejuang kemerdekaan Indonesia tahun 1945 yang hingga kini masih terlantar atau bahkan dicap sebagai pengkhianat. Hal itu disampaikan oleh Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, SH, MH—Pakar Hukum Internasional, ekonom, sekaligus Presiden Partai Oposisi Merdeka—dalam keterangannya kepada awak media di Markas Pusat Partai Oposisi Merdeka, Kalisari, Jakarta Timur, Senin (14/7/2025).
"Presiden harus segera membentuk tim bersama sejarawan, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk mendata ulang siapa saja yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan, baik dari kalangan sipil, militer, maupun masyarakat pelosok. Ini bukan hanya soal pengakuan sejarah, tetapi juga soal keadilan bagi anak cucu para pejuang yang selama ini terpinggirkan,” ujar Prof. Sutan.
Ia menekankan bahwa banyak tokoh-tokoh bangsa yang hari ini terlupakan atau bahkan diberi stigma sebagai pemberontak, padahal kenyataannya mereka adalah bagian dari denyut perjuangan bangsa di masa awal kemerdekaan.
Salah satu nama yang disorot dalam diskusi tersebut adalah Teungku Muhammad Daud Beureueh, tokoh kharismatik asal Aceh yang kerap disebut sebagai pemberontak karena keterlibatannya dalam Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Menurut Prof. Sutan, sejarah tentang Daud Beureueh harus ditulis ulang tanpa dendam politik.
“Beliau adalah orang yang menyambut Proklamasi 1945 dengan semangat. Bahkan, Bung Karno mengangkatnya sebagai Gubernur Militer Aceh. Tapi kemudian Aceh dicabut statusnya secara sepihak. Kekecewaan itu bukanlah bentuk pengkhianatan, melainkan protes terhadap pengingkaran janji politik pusat,” jelasnya.
Luka Sejarah: Daud Beureueh dan Para Pejuang yang Tertinggal
Diskursus mengenai rekonstruksi sejarah juga disampaikan oleh Ahmadie Thaha, penulis dan pengamat sosial. Dalam tulisannya yang turut dibacakan dalam forum tersebut, ia menyebut bahwa Daud Beureueh adalah pejuang yang terluka, bukan pemberontak yang mencederai republik.
"Kalau ingin jujur, Daud adalah nasionalis sejati. Ia bersuara lantang menyambut Proklamasi 1945. Tapi karena pusat ingkar janji, maka ia kecewa. Bukan memberontak karena ingin berkuasa. Bahkan, dalam sejarahnya, tidak ada niat memisahkan Aceh dari NKRI,” demikian kutipan tulisan Ahmadie.
Sejarawan dalam dan luar negeri, seperti Anthony Reid, George McTurnan Kahin, hingga Yusril Ihza Mahendra juga telah menyatakan bahwa narasi sejarah versi pemerintah perlu direvisi. Mereka melihat keterlibatan tokoh-tokoh daerah dalam DI/TII lebih sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan dan pengabaian pemerintah pusat.
Menurut Prof. Sutan, negara harus hadir memberikan keadilan sejarah bagi seluruh pejuang bangsa, termasuk mereka yang hingga kini masih dicurigai atau dimarjinalkan karena framing sejarah yang bias politik.
“Bukan Pemberontak, Mereka Adalah Arsitek Kemerdekaan!”
Lebih lanjut, Prof. Sutan menegaskan bahwa pendataan ulang akan sangat penting dalam mengangkat martabat keluarga para pejuang.
"Kalau anak cucu kita tahu bahwa kakek mereka adalah pejuang, maka itu akan menjadi kebanggaan tersendiri. Tapi kalau stigma pengkhianat terus diwariskan, maka bangsa ini sedang melukai sejarahnya sendiri,” ujarnya.
Ia juga menyinggung bahwa banyak tokoh seperti Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara yang dahulu juga dicap sebagai pemberontak, tapi kini telah direhabilitasi dan diberi gelar pahlawan nasional. Maka, sudah waktunya negara meninjau ulang stigma terhadap tokoh-tokoh seperti Daud Beureueh.
"Kalau republik ini berdiri di atas nilai kejujuran dan keadilan, maka para pejuang harus dipulihkan namanya. Mereka bukan pengkhianat, tapi arsitek kemerdekaan yang belum selesai dihormati," tegasnya.
Prof. Sutan menutup dengan harapan besar agar Presiden Prabowo bertindak tegas dan visioner, bukan hanya dalam isu pertahanan dan ekonomi, tapi juga dalam menegakkan keadilan sejarah demi generasi masa depan. (SB)
Narasumber:
Prof. Dr. KH Sutan Nasomal, SH, MH
Pakar Hukum Internasional | Ekonom | Presiden Partai Oposisi Merdeka | Jenderal Kompii | Pengasuh Ponpes Ass Saqwa Plus Jakarta
Reporter: Tim Redaksi Mediabahri.com
Editor: ZI | Mediabahri.com