Medan, MediaBahri.com – Dunia usaha di Sumatera Utara kembali bersuara. Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Dewan Pengurus Provinsi APINDO Sumut, Selasa (24/6), sederet keluhan pengusaha dilontarkan—dari perizinan ruwet, premanisme, hingga beban logistik yang mencekik. FGD bertema “Tantangan dan Hambatan serta Strategi Meningkatkan Ekonomi Sumatera Utara” ini menjadi ruang curhat keras para pelaku usaha yang merasa tak lagi mendapat ruang bernapas.
Wakil Ketua DPP APINDO Sumut, Ng Pin Pin, secara terang menyatakan FGD ini lahir dari dorongan Kapolda Sumut dan disambut antusias oleh pihaknya. Namun, sambutan hangat tak menutupi realita pahit di lapangan.
"Ini forum penting untuk gali langsung dari pelaku usaha. Masalah perizinan, premanisme, biaya logistik, semua nyata dan menghantui kami. Kita ingin gali akar masalahnya,” tegasnya membuka diskusi.
Ekonomi Global Tak Stabil, Sumut Terlalu Bergantung Komoditas
Deputi Kepala BI Sumut, Iman Gunadi, menyampaikan ekonomi global belum stabil, dengan tensi konflik global yang tetap jadi ancaman.
"Konflik di Timur Tengah dorong ongkos naik, harga melonjak. Ini sangat berdampak pada daerah seperti Sumut yang bergantung pada komoditas," ujarnya.
Namun, menurut BI, inflasi Sumut masih terkendali dan daya beli masyarakat relatif stabil. Tapi ini dibantah halus oleh suara dari lapangan.
Sugianto: “Kita Ini Sudah Hancur-Lebur, Jangan Ganggu Lagi”
Pelaku usaha Sugianto Makmur tak menahan kritik.
"Jangan terus bicara inflasi stabil. Omzet kami anjlok berpuluh persen. Kita hancur di lapangan. Kita bukan hanya butuh izin yang cepat, tapi butuh suasana kondusif. Kami ini sedang sakit, tolong jangan ganggu pengusaha," tandasnya.
Ia menyorot ketergantungan Sumut pada komoditas seperti CPO, karet, dan kertas, yang menjadikan ekonomi daerah rapuh terhadap guncangan global.
Birokrasi Masih Ruwet, Pemda Optimis Sendiri
Kepala Dinas PMPTSP Sumut, Faisal Arif Nasution, justru menyebut Sumut tetap strategis dan optimis capai target investasi Rp53 triliun tahun ini.
"Kami andalkan KEK, KIM, kawasan wisata nasional. Triwulan I sudah Rp17,4 triliun. Optimis investor tetap masuk," katanya.
Namun, ia mengakui persoalan perizinan memang masih pelik, terutama dari sisi pemenuhan dokumen yang kerap tak lengkap.
Akademisi: SDM Lemah, Inovasi Kurang, Kolaborasi Mandek
Dari sisi akademisi, Dr Arif Rahman dari USU menyorot masalah klasik: lemahnya SDM dan kurangnya inovasi.
"Harus dibentuk pusat inovasi berbasis komoditas unggulan. Juga forum kolaborasi antara kampus, asosiasi usaha, dan pemerintah," ujarnya.
Polisi dan Pengawasan: Masih Butuh Bukti Nyata
AKP Dr Rismanto J. Purba dari Ditreskrimsus Poldasu menyatakan pihaknya hadir menjamin keamanan investasi.
"Penegakan hukum bukan semangat memenjarakan. Kami hadir jaga Kamtibmas. Kalau aman, ekonomi tumbuh," jelasnya.
Sementara, BPTN Medan yang diwakili Muhardi Akbar memaparkan tupoksinya yang—lagi-lagi—terkonsentrasi pada pengawasan teknis distribusi dan perdagangan. Tapi pelaku usaha tetap meragukan efektivitas lapangan.
KESIMPULAN:
FGD ini mengungkap luka lama dunia usaha di Sumatera Utara yang belum kunjung sembuh: perizinan lamban, keamanan tak terjamin, logistik mahal, dan birokrasi yang menguras waktu. Sementara itu, pemerintah dan regulator masih bicara soal “optimisme”. Pengusaha tidak butuh janji. Mereka butuh perlindungan nyata.
MediaBahri.com akan terus memantau.
(Tim Redaksi)