Binjai – Mediabahri.com | Nama Sudianto MA, mantan Ketua Komite MAN Binjai periode 2020–2022, kembali menjadi sorotan publik setelah mencuatnya dugaan pelanggaran serius dalam pengelolaan dana komite madrasah. Bukannya menjalankan amanah dan prinsip transparansi, Sudianto justru diduga kuat menyalahgunakan dana komite sebesar Rp 275 juta.
Dana tersebut sebelumnya disita Kejaksaan Negeri Binjai sebagai barang bukti dalam kasus korupsi dana BOS yang menjerat tersangka EJ. Namun setelah melalui proses hukum, dana tersebut dikembalikan kepada pihak komite. Bukannya dikelola sesuai ketentuan, dana tersebut justru diduga dibagikan kembali oleh Sudianto kepada para guru yang salah satunya merupakan istrinya sendiri.
Terbongkarnya penyalahgunaan peruntukan uang dana komite tersebut di saat terbongkarnya kasus korupsi dana BOS di man Binjai pada tahun 2023. Disitanya uang sebesar 275 juta lebih dari para guru pada saat itu karena peruntukannya antara lain:
1. Tunjangan wakil ketua madrasah yaitu istri Sudiarto sendiri sebesar 600.000 setiap bulannya selama 3 tahun.
2. Tunjangan wali kelas yang diberikan kepada PNS saat itu, sebesar rp200.000 setiap bulannya selama 3 tahun.
3. Tunjangan ketua Madrasah sebesar 1 juta setiap bulannya, selama 3 tahun.
Padahal, sesuai Permenag No. 16 Tahun 2020 dan SK Dirjen Pendis No. 3601 Tahun 2024, komite madrasah dilarang memberikan dana secara rutin dan seragam kepada ASN, termasuk dalam bentuk honor kegiatan ekstrakurikuler.
Saat dikonfirmasi awak media, Sudianto MA., menolak menjawab secara lugas dan menghindar dari pertanyaan mengenai dasar hukum pembagian dana tersebut. Ia hanya berkomentar singkat bahwa dana itu "akan dipakai membiayai kegiatan yang tidak dibiayai BOS" – jawaban yang tidak menjawab substansi dan mengindikasikan ketidaktahuan atau sikap abai terhadap aturan yang berlaku.
Kejaksaan Negeri Binjai, melalui Kasubsi Intelijen Galuh Sembiring, memberikan pernyataan tegas:
"Intinya, uang komite yang dikeluarkan tidak sesuai dengan Permenag tentang komite.
Memang ada penyitaan terhadap uang yang sudah dikeluarkan tersebut.
Diputuskan uang itu dikembalikan kepada komite,
bukan kepada guru-guru yang mengumpulkannya."
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa tindakan Sudianto bertentangan dengan regulasi dan berpotensi melanggar hukum.
Sementara itu, Ketua DPP Forum Komunikasi Suara Masyarakat, Irwansyah, mendesak Kejaksaan untuk memproses hukum terhadap Sudianto.
“Pemerintah membuat aturan untuk meringankan beban orangtua, bukan untuk diselewengkan oleh oknum seperti ini. Dana komite itu berasal dari orangtua siswa. Kalau dikembalikan, seharusnya kembali ke mereka, bukan dibagi-bagi diam-diam kepada guru,” tegasnya.
Kasus ini menjadi cerminan nyata kegagalan seorang pengurus komite dalam menjalankan amanah publik. Bukan hanya terindikasi melanggar aturan, tetapi juga mencoreng prinsip keadilan, integritas, dan transparansi dalam dunia pendidikan.
Publik kini menuntut kejelasan, transparansi, dan proses hukum atas dugaan penyalahgunaan dana komite oleh Sudianto. Peristiwa ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh pengurus komite madrasah di Indonesia bahwa kekuasaan tanpa pemahaman dan tanggung jawab hanya akan melahirkan penyalahgunaan dan merusak kepercayaan masyarakat. (Redaksi)