
Pernyataan tegas itu disampaikan langsung oleh Herry Setiawan, S.H., C.BJ., C.EJ., selaku Pimpinan Redaksi Media Aktivis-Indonesia.co.id sekaligus Ketua Umum DPP Aliansi Cyber Pers Aktivis Indonesia, pada Selasa (30/9/2025).

Aliansi menilai kasus ini cacat hukum dengan sejumlah alasan:
1. Perdamaian telah ditempuh antara korban dan tersangka, namun Polres Subulussalam tetap menahan Ngatiman tanpa alasan yang jelas.
2. Penangkapan dilakukan tanpa surat resmi, bertentangan dengan KUHAP dan prosedur kepolisian.
3. Muncul dugaan pungli sebesar Rp35 juta yang diminta oleh oknum Kanit PPA Polres Subulussalam, berinisial Edy.
4. Dugaan penyalahgunaan wewenang itu jelas melanggar kode etik Polri dan memperburuk citra institusi.

Desakan Tegas untuk Kapolda Aceh
Atas kejanggalan tersebut, Aliansi Cyber Pers Aktivis Indonesia mendesak:
Kapolda Aceh segera mengambil alih penanganan kasus dari Polres Subulussalam.
Ngatiman segera dibebaskan karena penahanannya dinilai tidak sah dan cacat hukum.
Oknum Kanit PPA Polres Subulussalam, Edy, diproses atas dugaan pungli, pemerasan, dan pelanggaran kode etik.
“Jika Kapolda Aceh tidak segera bertindak tegas, kami bersama Media Aktivis-Indonesia.co.id akan membawa kasus ini ke Mabes Polri dan Kompolnas,” tegas Herry Setiawan.
Dukungan Kaperwil Aceh
Sementara itu, Raja Irfansyah, Kaperwil Media Aktivis-Indonesia.co.id Wilayah Aceh, menilai kasus ini bukan hanya mencederai keadilan, tetapi juga melecehkan profesi jurnalis di Aceh.
“Oknum perwira kepolisian Kanit PPA Edy harus segera ditindak tegas. Perilaku semacam ini tidak hanya merusak nama baik Polri, tetapi juga mengancam kebebasan pers. Kapolda Aceh harus segera turun tangan agar kepercayaan publik terhadap aparat hukum bisa kembali ditegakkan,” ujarnya.
Kasus Ngatiman kini menjadi sorotan tajam publik, terutama setelah mencuat dugaan praktik pemerasan yang menyeret oknum aparat. Masyarakat menanti langkah cepat dan tegas dari Kapolda Aceh untuk memastikan keadilan benar-benar ditegakkan.
Reporter: Redaksi
Mediabahri.com
