Aceh | Mediabahri.com – Dugaan penyelewengan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 12 Luengsa, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur, kian mencuat. Sejumlah wali murid mengaku tidak pernah menerima bantuan PIP tahun 2024, meski nama mereka tercatat seolah-olah sudah menerima, lengkap dengan tanda tangan penerima.
Kecurigaan para wali murid muncul setelah mereka mempertanyakan penyaluran dana PIP yang seharusnya diberikan kepada siswa dari keluarga kurang mampu maupun penerima PKH. Sejak tahun 2022 hingga 2023, sebagian bantuan memang ada yang disalurkan, namun pada 2024 banyak orang tua mengaku tidak menerima pencairan dana sama sekali.
“Untuk tahun 2024, saya tidak pernah menerima sepeser pun. Tetapi pihak sekolah bilang sudah cair dengan tanda tangan saya,” ujar salah seorang wali murid.
Beberapa wali murid lainnya juga mengaku nama mereka tercatat dalam daftar penerima, padahal mereka tidak pernah menerima bantuan tersebut. Hal ini menimbulkan dugaan adanya rekayasa administrasi dan pemalsuan tanda tangan.
Saat dikonfirmasi, Kepala MIN 12 Luengsa, Rasyiah, menyatakan bahwa dana tahap pertama tahun 2024 telah disalurkan kepada 155 siswa, dan tahun berikutnya ada 63 siswa di 2024 serta 139 siswa di 2025 yang menerima bantuan. Ia juga menjelaskan nominal bantuan, yakni Rp225.000 untuk siswa kelas VI dan Rp450.000 untuk siswa kelas II. Namun, Rasyiah menegaskan semua dana telah tersalurkan sesuai aturan dengan bukti administrasi.
Meski begitu, penjelasan pihak sekolah justru menambah kebingungan orang tua murid karena fakta di lapangan berbeda dengan data yang diklaim sekolah.
Alumni MIN 12 Desak Penegak Hukum Turun Tangan
Alumni MIN 12, H. A. Muthallib Ibr, SE., SH., M.Si., M.Kn., CPM., CPArb., yang juga akademisi dan Ketua YARA Langsa, mendesak aparat penegak hukum segera menyelidiki dugaan penyelewengan ini.
“Jika benar ada praktik pemalsuan tanda tangan, maka hal itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan sudah masuk ranah pidana. Sesuai Pasal 263 KUHP, pemalsuan tanda tangan bisa diancam hukuman hingga 6 tahun penjara,” tegasnya.
Muthallib yang juga mantan Wakil Ketua PWI Aceh ini menekankan bahwa dana PIP merupakan uang negara yang diperuntukkan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, sehingga harus disalurkan dengan benar, transparan, dan akuntabel.
“Kasus ini bukan sekadar soal administrasi sekolah, tapi persoalan kepercayaan publik terhadap transparansi dana pendidikan. Jika ada permainan tanda tangan, maka ini adalah bentuk penyelewengan serius,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pencairan dana PIP di Aceh dilakukan melalui Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan prosedur ketat, yaitu wajib membawa buku tabungan SimPel, KTP, dan KK. Jika pencairan diwakilkan, harus ada surat kuasa resmi.
“Kalau ternyata dana bisa cair tanpa prosedur itu, berarti ada indikasi kuat penyalahgunaan,” tambahnya.
Alumni Siap Kawal Kasus
Muthallib menegaskan bahwa alumni MIN 12 akan mengawal kasus ini agar tidak ditutup-tutupi. Ia meminta aparat penegak hukum, baik Tim Tipikor Polres Aceh Timur maupun Kejaksaan Negeri Aceh Timur, untuk segera melakukan penyelidikan mendalam.
“Ini bukan masalah kecil. Ini menyangkut hak anak-anak bangsa. Kalau memang ada dana yang ditahan atau tidak disalurkan, kembalikan segera secara transparan sebelum kasus ini masuk ke jalur hukum,” pungkasnya.
Kasus dugaan penyelewengan dana PIP di MIN 12 Luengsa Madat Aceh Timur ini kini menjadi sorotan publik. Masyarakat dan wali murid berharap penegak hukum segera mengambil langkah tegas demi keadilan dan kepastian bagi siswa penerima manfaat.
(Pasukan Ghoib/Team YARA Langsa)
Redaksi: Mediabahri.com