Medan – Mediabahri.com | Sejumlah jurnalis menggelar aksi damai di depan Markas Polrestabes Medan sebagai bentuk protes keras atas lambannya penanganan kasus kekerasan terhadap awak media. Aksi yang berlangsung lebih dari satu jam pada Jumat siang itu menyoroti ketidakjelasan proses hukum terhadap pelaku kekerasan yang hingga kini belum juga ditetapkan sebagai tersangka, meskipun insiden tersebut sudah berlangsung selama tujuh bulan.
Kasus tersebut melibatkan Junaedi Daulay, seorang wartawan yang menjadi korban perampasan dan kekerasan fisik. Pelaku diduga anak dari seorang oknum Kepala Desa Cinta Rakyat bersama seorang preman debt collector dari Megacom Medan. Tidak hanya perampasan telepon genggam, peristiwa itu juga disertai aksi intimidasi dan kekerasan fisik berupa cekikan terhadap korban.
“Ada apa dengan Polrestabes Medan? Apakah memang tidak mampu menangkap pelaku kekerasan terhadap wartawan? Di mana keadilan untuk kami?” tegas Junaedi Daulay, koordinator aksi, dengan nada kecewa.
Ironisnya, aksi damai tersebut tidak mendapat tanggapan langsung dari Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arief Setyawan, yang memilih tidak menemui peserta aksi. Junaedi menyampaikan kekecewaannya karena tuntutan yang disuarakan di hadapan publik justru dijawab dengan ajakan pertemuan tertutup.
“Satu jam lebih kami berdiri bersama anak kami di depan markas, namun tak ada itikad baik untuk mendengar langsung jeritan hati kami. Hanya perwakilan yang diajak masuk, tanpa kejelasan apa-apa,” tambahnya.
Dalam aksi tersebut, Junaedi mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol berkabung atas matinya keadilan bagi insan pers di Medan. Ia menyuarakan dua tuntutan utama kepada Polrestabes Medan:
- Segera menetapkan tersangka terhadap anak oknum Kades Cinta Rakyat yang telah melakukan kekerasan terhadap wartawan.
- Melakukan penindakan tegas terhadap oknum preman debt collector dari Megacom Medan yang selama ini dinilai kerap meresahkan masyarakat.
Aksi damai ini menjadi peringatan keras tentang pentingnya perlindungan hukum terhadap jurnalis, sekaligus kritik terhadap institusi penegak hukum yang dianggap tidak responsif terhadap kekerasan terhadap insan pers.
“Kami tidak akan berhenti. Ini bukan hanya soal saya pribadi, ini soal nyawa demokrasi, soal kebebasan pers yang diinjak-injak,” tutup Junaedi dengan suara lantang.
Kasus ini kini menjadi sorotan luas di kalangan jurnalis dan masyarakat sipil, menunggu komitmen nyata dari Polrestabes Medan untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.
(Tim Redaksi)
Mediabahri.com