Garut – Tajam | Mediabahri.com -Proyek irigasi senilai Rp 1,8 miliar yang dikerjakan di Desa Gunamekar, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, kini terbongkar sebagai salah satu skandal pembangunan desa terbesar tahun ini. Proyek yang dibiayai oleh Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat tahun 2024 itu, justru berubah menjadi sumber kerugian negara dan kekecewaan warga.
Bangunan yang digadang-gadang bisa mengairi lahan pertanian warga, kini menjadi tumpukan beton rusak tanpa fungsi. Saluran air tidak sesuai kontur tanah, konstruksi tampak asal jadi, dan parahnya—tak satu pun papan proyek ditemukan di lokasi. Transparansi nihil, hasil pun gagal total.
“Baru dua bulan selesai sudah hancur. Airnya mandek. Kami tidak tahu proyek ini milik siapa dan dananya berapa, karena semuanya tertutup,” ungkap salah satu warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kepala Desa Hilang Jejak, Tak Bisa Dihubungi
Sikap Kepala Desa Gunamekar, Evie Eryani, S.H., menambah kecurigaan publik. Berulang kali dicoba dikonfirmasi oleh tim Mediabahri.com, tidak pernah merespons. Nomor tak aktif, pesan tak dijawab, dan keberadaannya tidak diketahui hingga kini.
Dalam pengelolaan anggaran sebesar itu, diamnya kepala desa bukan hanya mencederai etika pelayanan publik, tapi juga menguatkan dugaan penyelewengan anggaran secara sistematis.
Aparatur Desa Ketakutan, Pengawasan Kosong
Kasi Perencanaan Desa, Saep, mengaku proyek tersebut sepanjang 1.000 meter, dengan tinggi-lebar 60–70 cm, namun tak tahu-menahu soal anggaran.
“Silakan tanya ke bu kades. Saya tidak berani bicara banyak,” jawabnya singkat.
Sementara Sekdes Ade Ruswandi, dengan nada tertekan, menyampaikan bahwa banyak arahan dari kades yang tidak sesuai kenyataan.
“Kalau ada audit, saya siap. Tapi untuk media, saya tidak bisa terbuka. Mohon dimaklumi,” ujarnya, menyiratkan adanya tekanan dari atas.
Camat Bungbulang Lempar Tanggung Jawab
Camat Bungbulang, Benni Yandiana, S.Sos., A.KP., M.Si., menyebut mengetahui pembangunan irigasi tersebut, namun mengaku tidak tahu siapa pelaksana proyek. Ironisnya, ia juga mengungkap bahwa jabatan Kasi PMD di kecamatan sudah kosong selama 1,5 tahun, memperjelas betapa lemahnya pengawasan.
Sementara dari pihak DPMD Kabupaten Garut, tidak memberikan penjelasan substansi, hanya melempar ke Ketua Apdesi Bungbulang, Fiki Ramdani. Fiki berdalih proyek rusak karena longsor, dan menyebut anggaran tersebut adalah hasil usulan anggota DPR RI Ade Ginanjar.
“Kades mungkin takut, jadi tidak bisa dihubungi,” ujarnya enteng, tanpa menyinggung penyebab utama kegagalan proyek.
Proyek-Proyek Lain Juga Diduga Gelap
Selain proyek irigasi, tercatat dana besar lainnya juga mengalir ke Desa Gunamekar tahun 2024, yakni:
- Peningkatan Jalan Desa Kp Cimenur–Cimangkir: Rp 700 juta
- Pembangunan TPT Sub SDA Kp Nanggerang: Rp 200 juta
- Pembinaan Pemerintahan Desa: Rp 130 juta
Namun semua proyek tersebut diduga tak memiliki papan informasi publik, menandakan pola pengelolaan anggaran yang tertutup dan tidak akuntabel.
Regulasi yang Diduga Dilanggar:
- UU No. 14 Tahun 2008 – Pelanggaran keterbukaan informasi publik.
- Permendagri No. 113 Tahun 2014 – Pelanggaran dalam tata kelola dan pelaporan keuangan desa.
- UU Tipikor No. 31/1999 jo. 20/2001 – Dugaan korupsi, markup, pekerjaan fiktif atau tidak sesuai spesifikasi.
- Perpres No. 16/2018 dan 12/2021 – Dugaan pelanggaran prosedur pengadaan barang/jasa.
Tuntutan Publik Semakin Menguat
Melihat besarnya anggaran dan bobroknya pelaksanaan, masyarakat dan aktivis mendorong langkah tegas dari penegak hukum:
- Kejari Garut segera periksa Kepala Desa Gunamekar dan seluruh perangkat terkait.
- Inspektorat Kabupaten lakukan audit investigatif terhadap seluruh aliran dana desa tahun 2024.
- KPK turun tangan menyelidiki indikasi korupsi berjamaah di level desa.
- DPR RI mengevaluasi dugaan politisasi anggaran oleh oknum anggota legislatif.
Skandal Desa Gunamekar: Cermin Kegagalan Sistemik
Ini bukan sekadar proyek irigasi yang gagal. Ini adalah bukti bahwa dana publik di desa bisa hilang tanpa jejak, tanpa pengawasan, tanpa penindakan. Saat pejabat saling lempar, warga ditinggalkan tanpa layanan, dan hukum tak juga hadir — maka yang muncul hanyalah satu pesan:
Korupsi di desa kini semakin aman, nyaman, dan dilindungi.
Reporter: A. Saepul
Editor: Redaksi Mediabahri.com