Oleh: Redaksi | mediabahri.com
Binjai, 18 Juli 2025 — Penanganan kasus penculikan terhadap Sri Muliani oleh enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka di Polres Binjai, kini menjadi sorotan tajam publik. Munculnya dugaan keterlibatan uang dalam jumlah besar dalam proses perdamaian, yang bahkan sempat viral di sejumlah media online dan platform media sosial, menimbulkan pertanyaan besar tentang arah keadilan hukum di Indonesia.
Menurut informasi yang beredar, nominal uang yang disebut-sebut dalam upaya “damai” antara pihak pelaku dan korban mencapai angka yang fantastis, meskipun belum dikonfirmasi secara resmi. Fakta ini langsung menyulut reaksi keras dari masyarakat, yang menilai bahwa hukum di Indonesia terkesan dipermainkan dan dilecehkan oleh kekuatan uang.
> “Jika benar ada upaya menyelesaikan kasus penculikan melalui uang dengan nilai besar, maka ini adalah bentuk pelecehan terhadap hukum pidana dan keadilan publik,” tegas Muhammad Zulfahri Tanjung, seorang penggiat sosial dan pemerhati hukum, kepada mediabahri.com.
Restorative Justice Bukan Alat Jual-Beli Kasus
Zulfahri mengingatkan bahwa pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif, tidak bisa dijadikan dalih untuk menghapus tindak pidana berat seperti penculikan, apalagi jika prosesnya dibalut oleh transaksi finansial.
> “Restorative justice mengutamakan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, bukan ‘jual-beli’ kebebasan. Dalam kasus seperti penculikan, perdamaian hanya bisa menjadi pertimbangan meringankan, bukan dasar penghentian perkara,” ujarnya.
Viralnya Dugaan Uang Besar: Publik Bertanya, Hukum untuk Siapa?
Dugaan aliran uang besar yang ramai diberitakan di sejumlah media online telah memicu kegelisahan dan amarah publik. Banyak yang menilai bahwa upaya damai dengan nominal luar biasa tersebut memberi kesan bahwa hukum bisa dibeli, seolah menempatkan keadilan hanya bagi mereka yang mampu membayar.
> “Ini bukan sekadar penculikan, tapi uji nyali bagi sistem hukum kita. Apakah Polres Binjai dan lembaga peradilan akan tunduk pada uang, atau berpihak pada keadilan sejati?” kritik Zulfahri.
Kapolres Binjai AKBP Bambang Christanto Utomo, S.H., S.I.K., M.Si. berulang- ulang dikonfirmasi oleh pihak media memilih bungkam. Begitu juga Kasat Reskrim Polres Binjai AKP Hizkia Yosia CP Siagian juga memilih bungkan.
Desakan Transparansi dan Intervensi Lembaga Eksternal
Menanggapi kekhawatiran ini, Zulfahri mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kompolnas untuk mengawasi langsung penanganan kasus ini. Ia juga meminta LPSK dan Ombudsman ikut mengawal proses hukum agar tidak disusupi kepentingan transaksional.
> “Hukum tidak boleh kalah oleh uang. Jika ini dibiarkan, maka kita akan menyaksikan kemunduran keadilan di Indonesia,” tegasnya.
Oleh: Redaksi | mediabahri.com
Penutup:
Kasus penculikan Sri Muliani bukan lagi hanya soal enam tersangka dan satu korban, tapi soal ujian moral sistem hukum Indonesia. Viral-nya dugaan aliran uang besar sebagai alat "penyelesaian" memperkuat kecurigaan bahwa hukum mulai bergeser dari jalur kebenaran. Jika aparat tidak bertindak tegas, maka publik berhak bertanya: untuk siapa hukum ditegakkan di negeri ini?
#PenculikanSriMuliani #PolresBinjai #RestorativeJustice #HukumDibeli #ZulfahriTanjung #mediabahri