Diversifikasi Saksi Narkotika: Kurangi Dominasi Saksi Penangkap, Dengar Suara Orang Terdekat Terdakwa

Redaksi Media Bahri
0


Jakarta, mediabahri.com – Praktik peradilan dalam perkara penyalahgunaan narkotika kembali disorot. Dominasi keterangan saksi penangkap dalam persidangan dinilai tidak lagi relevan dalam mewujudkan sistem hukum yang adil, manusiawi, dan berorientasi pada rehabilitasi.


Dalam sidang perkara narkotika di Pengadilan Negeri Pulau Punjung, Majelis Hakim yang diketuai Dedy Agung Prasetyo, S.H., dengan anggota Tedy Rinaldy Santoso, S.H., dan Iqbal Lazuardi, S.H., menjatuhkan vonis kepada dua terdakwa dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Namun, sorotan tajam tertuju bukan pada vonisnya, melainkan pada pendekatan pembuktian yang digunakan.


Paradoks Hukum Narkotika: Rehabilitasi di Atas Kertas, Hukuman di Lapangan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 54, sejatinya mengamanatkan rehabilitasi medis dan sosial bagi pecandu. Namun ironisnya, praktik di ruang persidangan masih berkiblat pada pendekatan punitif, dengan hanya mengandalkan keterangan saksi penangkap sebagai alat bukti utama. Ini menjadi titik lemah yang bertentangan dengan semangat pemulihan yang diusung undang-undang tersebut.


Mengapa Keterangan Orang Terdekat Penting?

Pakar hukum pidana dan kriminologi modern menegaskan bahwa pemidanaan seharusnya tidak semata-mata bersifat retributif, tetapi juga preventif, rehabilitatif, dan berorientasi pada reintegrasi sosial. Eddy O.S. Hiariej dan Edwin H. Sutherland secara tegas menyatakan bahwa latar belakang personal, kondisi sosial, dan lingkungan terdakwa merupakan bagian penting dalam memahami akar permasalahan.


Orang-orang terdekat, seperti keluarga, sahabat, atau rekan kerja, memiliki informasi yang tak bisa digali dari saksi penangkap—mulai dari riwayat psikologis, perubahan perilaku, hingga dukungan sosial yang tersedia. Tanpa mendengar suara mereka, pengadilan kehilangan gambaran utuh tentang siapa terdakwa sebenarnya.


Saksi Penangkap Tak Selalu Komprehensif

Saksi penangkap hanya menyampaikan kronologi teknis saat penangkapan. Narasi mereka, secara umum, bersifat punitif dan cenderung menstigmatisasi. Sementara itu, suara dari pihak terdekat dapat menyeimbangkan narasi tersebut dan membantu hakim memahami konteks terdakwa, bukan hanya sebagai pelanggar hukum, tetapi juga sebagai individu yang mungkin terjebak dalam lingkaran masalah sosial atau kesehatan mental.


Dasar Hukum: Bukan Mustahil Hadirkan Saksi Terdekat

Berdasarkan Pasal 169 KUHAP, sebenarnya tidak ada larangan menghadirkan saksi dari kalangan orang terdekat, selama saksi tersebut bersedia dan pihak penuntut umum serta terdakwa menyetujuinya. Ini menjadi celah hukum yang dapat digunakan untuk mengubah paradigma pembuktian di ruang sidang—lebih inklusif dan berimbang.


Restoratif, Bukan Hanya Retributif

Pendekatan restoratif yang diperkenalkan oleh John Braithwaite melalui konsep restorative justice menekankan pentingnya pelibatan komunitas dalam proses peradilan. Kehadiran orang terdekat dalam sidang tidak hanya memperkuat bukti, tetapi juga menjadi bentuk dukungan moral, psikologis, dan sosial terhadap terdakwa.


Tantangan dan Rekomendasi

Masih ada hambatan implementasi, seperti minimnya kesadaran jaksa untuk menghadirkan saksi non-penegak hukum, keterbatasan waktu dan sumber daya, serta kekhawatiran subjektivitas testimoni orang dekat.


Solusinya?

  • Edukasi aparat penegak hukum mengenai pentingnya diversifikasi saksi.
  • Penyusunan pedoman teknis tentang prosedur menghadirkan saksi terdekat.
  • Pemeriksaan silang untuk menjaga objektivitas.


Hakim Bisa Mendorong Perubahan

Hakim punya peran strategis untuk menjembatani perubahan ini. Pasal 180 KUHAP memberi kewenangan bagi hakim untuk meminta bahan baru atau informasi tambahan dari pihak terkait. Di sinilah keberanian dan sensitivitas hakim diuji—mampukah mereka menjadikan ruang sidang sebagai arena pemulihan, bukan sekadar penghukuman?


Penutup: Saatnya Reformasi Pembuktian

Sudah waktunya sistem peradilan pidana kita berhenti terjebak pada pembuktian sempit yang mengorbankan masa depan individu yang masih bisa diselamatkan. Diversifikasi saksi bukan hanya pilihan, melainkan keniscayaan untuk menjamin keadilan substantif dalam kasus penyalahgunaan narkotika.


Redaksi mediabahri.com

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Lanjutkan, Go it!) #days=(20)

Terima Kasi sudah berkunjung ke Media Bahri, Info Lewat WhatSapp Hubungi Sekarang
Ok, Go it!