Medan – mediabahri.com | Penegakan hukum di institusi kepolisian kembali menuai sorotan tajam. Kali ini, masyarakat mempertanyakan keadilan dalam perlakuan terhadap personel yang diduga melakukan pelanggaran, khususnya saat membandingkan penindakan terhadap anggota berpangkat rendah dan perwira tinggi.
Kasus terbaru melibatkan oknum anggota Satlantas Polrestabes Medan, Aiptu RH, yang videonya viral di media sosial setelah diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap seorang pengendara motor wanita yang melawan arus di Jalan Palang Merah, Kecamatan Medan Kota, Rabu (25/6/2025). Dalam video itu, terlihat jelas pelat nomor kendaraan pengendara sudah tidak berlaku.
Sebagai bentuk respons cepat, Aiptu RH langsung dijatuhi sanksi dan kini menjalani tahanan khusus di Propam Polrestabes Medan selama 30 hari.
Langkah tersebut mendapat tanggapan dari aktivis sosial Kota Medan, Joniar M. Nainggolan. Ia mendukung tindakan Propam terhadap Aiptu RH, namun juga menyesalkan ketimpangan perlakuan hukum di internal Polri.
“Mengapa anggota bawah langsung diproses dan dipublikasikan luas? Sementara dugaan pelanggaran oleh perwira tinggi justru diam tanpa kejelasan?” ucap Joniar.
Ia merujuk pada temuan lama terkait dugaan penggunaan pelat nomor kendaraan palsu yang diduga milik Kasat Lantas Polrestabes Medan, AKBP I Made Parwita. Joniar menyebut, kasus tersebut sempat muncul, namun tak pernah diproses atau diklarifikasi secara terbuka kepada publik.
“Ini soal keadilan. Penegakan hukum harus berlaku sama untuk semua, bukan hanya untuk anggota berpangkat rendah. Jika benar ada pelanggaran oleh Kasat Lantas, harusnya juga ditindak secara hukum,” tambahnya.
Lebih lanjut, Joniar meminta Kapolda Sumatera Utara dan Kapolri untuk membuka kembali laporan tersebut dan memprosesnya secara transparan. Ia menegaskan, kepercayaan publik terhadap institusi Polri sangat tergantung pada keadilan dan keterbukaan dalam menangani semua pelanggaran, tanpa memandang jabatan.
“Kami, masyarakat, tidak bodoh. Jangan jadikan anggota kecil sebagai tameng pencitraan, sementara pejabatnya kebal hukum,” katanya tegas.
Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Kapolda Sumut terkait dugaan penggunaan TNKB palsu oleh perwira tinggi tersebut. Padahal, menurut Joniar, pelanggaran seperti itu merupakan tindak pidana yang memiliki konsekuensi hukum jelas.
“Saya siap mendukung Kapolda jika berani transparan. Ini demi marwah Polri dan demi kepercayaan rakyat yang hari ini mulai terkikis,” pungkasnya.
Publik kini menunggu langkah tegas dari pimpinan kepolisian. Apakah hukum akan ditegakkan secara adil? Atau justru hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas?
Laporan: M. Zulfahri TJ