Mediabahri.com — Kota Tangerang — Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh sejumlah wartawan terhadap aktivitas usaha pengepulan minyak jelantah di kawasan Nerogtog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Kamis (5/6/2025), berakhir dengan ketegangan. Pemilik usaha, yang diketahui bernama William, menyambut kehadiran wartawan dengan nada tinggi dan pernyataan yang dianggap menyinggung integritas profesi jurnalistik.
Empat wartawan dari berbagai media datang ke lokasi gudang di Jalan KH Hasyim Ashari, RT 06 RW 04, setelah menerima laporan masyarakat terkait dugaan pengolahan minyak goreng bekas tanpa izin resmi. Bangunan gudang yang tertutup rapat, tanpa papan identitas perusahaan, serta kondisi lingkungan yang tampak kumuh, mendorong awak media untuk mencari klarifikasi langsung.
Namun, alih-alih mendapat penjelasan, wartawan justru disambut dengan ucapan bernada kasar. William, yang mengaku sebagai pemilik usaha, menyebut wartawan sebagai “pemeras yang ujung-ujungnya duit.” Pernyataan tersebut sontak menimbulkan kekecewaan, karena tidak hanya melukai perasaan individu, namun juga merendahkan marwah profesi yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Menanggapi insiden tersebut, belasan wartawan kembali mendatangi lokasi pada hari yang sama untuk meminta klarifikasi. Namun, dialog tidak tercapai karena William enggan memberikan penjelasan dan justru memperkeruh suasana dengan sikap menantang. Atas kejadian ini, perwakilan wartawan kemudian melaporkan dugaan pencemaran nama baik ke Polsek Cipondoh, sebagai langkah hukum yang ditempuh secara konstitusional.
Selain polemik pernyataan, keberadaan usaha pengolahan minyak jelantah tersebut juga menuai sorotan dari sisi legalitas lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap bentuk kegiatan pengelolaan limbah wajib memiliki izin lingkungan. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi berat, sebagaimana tertuang dalam:
Pasal 98, yang mengatur pidana penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar bagi pelaku usaha tanpa izin lingkungan.
Pasal 100, yang memperberat hukuman menjadi penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 10 miliar apabila aktivitas tersebut terbukti menyebabkan pencemaran lingkungan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemilik usaha belum memberikan pernyataan resmi. Redaksi tetap membuka ruang hak jawab bagi pihak terkait, sesuai prinsip keberimbangan informasi dalam praktik jurnalistik yang beretika.
( Red )