Lambat Tangani Kasus Kekerasan terhadap Wartawan, Polsek Medan Tembung Didesak Bertindak: Saksi Mangkir, Terduga Pelaku Anak Kades

Zulkarnaen_idrus
0


Medan | Mediabahri.com – Setelah sekian bulan berjalan di tempat, Polsek Medan Tembung akhirnya buka suara soal lambannya penanganan kasus dugaan perampasan dan penganiayaan terhadap wartawan media online, Junaedi Daulay. Kasus ini mencuat ke publik usai surat terbuka Junaedi mengguncang jagat maya dan mengetuk pintu Istana serta Mabes Polri.


Kapolsek Medan Tembung, Kompol Jhonson M Sitompul, mengakui bahwa proses penyelidikan terhambat karena ketidakhadiran para saksi.



“Ini memang beda dengan laporan biasa. Saksi kami panggil, tapi tidak datang. Karena itu, kami akan lakukan penjemputan paksa,” tegasnya kepada wartawan, Sabtu, 17 Mei 2025.


Kasus ini menyeret nama Eko, anak dari seorang Kepala Desa di Kecamatan Percut Sei Tuan, sebagai terduga pelaku. Peristiwa terjadi pada 23 November 2024, saat Junaedi hendak mengantar anaknya ke sekolah. Ia dianiaya dan ponselnya dirampas. Ironisnya, hingga hari ini—nyaris setengah tahun kemudian—belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan.


Tak kalah mencengangkan, ponsel milik korban yang sebelumnya berada di tangan sang Kepala Desa dan Kepala Dusun, sempat dikabarkan “hilang” sebelum akhirnya dijadikan barang bukti. Aroma penghalangan penyidikan pun kian menyengat.


“Kami tetap proses meski laporan kami banyak. Tapi semua kami mintai progres setiap minggu,” ujar Kompol Jhonson—sebuah janji yang tak lagi mengobati kekecewaan publik.


Informasi dari penyidik menyebut, terlapor telah dua kali dipanggil dan dua kali pula mangkir dengan dalih penundaan melalui kuasa hukum. Sementara itu, saksi dan barang bukti telah rampung dikumpulkan sejak akhir 2024.


Puncaknya, pada 13 Mei lalu, surat terbuka Junaedi Daulay viral dan membakar perhatian publik. Surat itu bukan sekadar curhat—melainkan ledakan amarah dari seorang jurnalis yang merasa diinjak harga dirinya oleh sistem yang tak kunjung menegakkan keadilan.


“Kami tidak ingin keadilan jadi slogan. Kalau wartawan bisa dipukuli dan dirampas karena memberitakan fakta, lalu ke mana harus kami berlindung?” tulis Junaedi dalam suratnya.


Ia mendesak Presiden Prabowo turun tangan, Kapolri memberikan atensi nyata, dan Dewan Pers tidak lagi hanya berdiam diri di balik meja—melainkan turun langsung menegakkan UU Pers No. 40 Tahun 1999.


Publik pun kini memasang mata tajam: apakah aparat berani bertindak adil, atau justru memilih tunduk di bawah bayang kekuasaan lokal?


“Kekerasan terhadap jurnalis bukan sekadar tindak pidana—ia adalah tikaman terhadap demokrasi,” tegas surat tersebut dalam penutupnya yang menggigit.


Suara keadilan sudah terlanjur bergema. Kini tinggal satu pertanyaan: apakah aparat penegak hukum cukup bernyali untuk menjawabnya dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji?

(Tim Investigasi Mediabahri.com)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Lanjutkan, Go it!) #days=(20)

Terima Kasi sudah berkunjung ke Media Bahri, Info Lewat WhatSapp Hubungi Sekarang
Ok, Go it!