Pematangsiantar – Mediabahri.com | Bukannya melakukan pembenahan menyeluruh terhadap kinerja Satuan Lalu Lintas (Satlantas), Kapolres Pematangsiantar AKBP Sah Udur Sitinjak justru sibuk membangun pencitraan murahan. Pernyataan publik yang menyebut personel Polantas telah melakukan penguraian kemacetan dinilai tak lebih dari upaya menutupi bobroknya kinerja di lapangan.
Faktanya, sejumlah personel Satlantas Polres Pematangsiantar tertangkap kamera melakukan tindakan penegakan hukum yang jauh dari profesionalisme. Parahnya lagi, penindakan tersebut dilakukan tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sejumlah kendaraan pelanggar justru dikemudikan oleh petugas, dan surat tilang yang diberikan tidak mencantumkan nomor BRIVA—alat transaksi sah dalam sistem tilang elektronik.
Praktik semacam ini menimbulkan kecurigaan kuat adanya penyimpangan serius. Alih-alih transparan, pelanggaran yang terjadi terkesan dibiarkan dan justru ditutupi oleh pimpinan. Situasi ini memunculkan dugaan bahwa Kapolres Pematangsiantar sengaja melindungi bawahannya yang melanggar, yang jika benar, merupakan bentuk kegagalan fatal sebagai seorang pemimpin institusi penegak hukum.
Penggiat sosial Muhammad Zulfahri Tanjung secara terang-terangan mengkritik tajam kinerja Kapolres dan Satlantas. “Kalau sudah ada pembiaran seperti ini, maka pimpinan sudah tidak pantas duduk di jabatannya. Harus segera diperiksa oleh Paminal Polda Sumut,” tegasnya.
Zulfahri juga mendesak Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto untuk tidak menutup mata terhadap kondisi ini. Ia meminta Kapolres dan Kasatlantas Pematangsiantar dievaluasi secara total atas dugaan pelanggaran dan praktik ilegal yang terjadi di bawah kepemimpinan mereka.
Salah satu bukti dugaan pelanggaran terlihat dalam sebuah video yang beredar, di mana pengendara sepeda motor tampak bebas keluar-masuk dari lingkungan Satlantas tanpa menggunakan helm—dan tidak mendapatkan tindakan apapun dari petugas. Hal ini menunjukkan bahwa aturan hanya ditegakkan secara tebang pilih.
Lebih memprihatinkan lagi, seorang perwira yang menjabat sebagai Kanit Tu Rajawali Satlantas dengan enteng mengatakan bahwa nomor BRIVA “sudah ada wadahnya,” mengindikasikan bahwa nomor tersebut tidak diberikan langsung kepada pelanggar. Hal ini membuka ruang terjadinya pungli dan manipulasi, bahkan berpotensi menyeret institusi ke dalam jeratan kasus korupsi.
Padahal, sistem BRIVA (BRI Virtual Account) hadir sebagai alat untuk menciptakan transparansi dan menutup celah penyalahgunaan wewenang dalam transaksi tilang. Namun jika alat ini dimanipulasi, maka institusi penegak hukum tak ubahnya sarang pelanggaran hukum itu sendiri.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas Kapolda Sumut. Jika tindakan nyata tak segera diambil, maka kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian, khususnya di Pematangsiantar, tinggal menunggu waktu untuk runtuh total.
Laporan: Ahmad zulfahri Tanjung