Enam Bulan Berlalu, Pelaku Penganiayaan Wartawan Masih Bebas: Jurnalis Desak Kapolda Sumut Turun Tangan

Zulkarnaen_idrus
0


Medan  — Mediabahri.com | Penegakan hukum di Sumatera Utara kembali diuji. Kasus penganiayaan dan perampasan terhadap wartawan online, Junaedi Daulay, yang terjadi pada 23 November 2024, memasuki bulan keenam tanpa kejelasan. Pelaku masih berkeliaran. Hukum tampak tumpul saat berhadapan dengan kekuasaan lokal.


Lelah menanti, Junaedi akhirnya menghubungi langsung Kapolda Sumut, Irjen Pol Whisnu Hermawan, melalui video call. Ia meminta perhatian khusus agar kasusnya tidak dikubur oleh kelambanan dan pembiaran institusi.


“Laporan saya telah berpindah dari Polrestabes Medan ke Polsek Medan Tembung. Tapi hasilnya nihil. Kami mohon Bapak Kapolda, lihat langsung bagaimana kasus ini seperti sengaja dipetieskan,” kata Junaedi, Kamis (22/5).


Parahnya, barang bukti berupa ponsel yang dirampas dan sempat ‘hilang’ itu justru ditemukan di tangan perangkat desa. Tapi penanganan baru bergerak setelah kasus ini menyedot perhatian publik. Terlapor mangkir dua kali dari panggilan polisi dengan dalih rapat, tanpa sanksi. Hukum tampaknya memberi ruang istimewa bagi yang punya koneksi.


Junaedi menyebut ada indikasi pembiaran. “Apa karena pelaku anak kepala desa? Atau ada aktor di balik layar yang mengamankan? Kami tak ingin berspekulasi, tapi publik pantas curiga,” ujarnya dengan nada tegas.


Kinerja Polsek Medan Tembung menuai sorotan tajam. Kanit Reskrim Iptu Parulian Sitanggang bahkan terancam dilaporkan ke Propam karena dianggap lalai dan tidak profesional. Janji Kapolsek untuk menjemput paksa saksi pun tak kunjung ditepati.


Sebagai bentuk perlawanan, Junaedi melayangkan surat terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Dewan Pers. Ia menyebut kasus ini sebagai bentuk penghinaan terhadap jurnalis dan demokrasi.


“Wartawan dipukuli, HP dirampas, tapi pelaku bebas. Ini bukan sekadar penganiayaan, ini intimidasi terhadap profesi dan kebebasan pers,” tegasnya.


Dukungan dari komunitas pers dan masyarakat sipil terus mengalir. Mereka mengecam keras pembiaran ini, menyebutnya sebagai cermin buruk wajah hukum yang tunduk pada kekuasaan lokal.


Kini, bola panas ada di tangan Polda Sumut. Apakah keadilan akan ditegakkan, atau kasus ini akan menjadi contoh nyata bagaimana hukum bisa dibungkam oleh pengaruh dan jabatan?


Publik tak lagi menunggu janji. Yang dituntut kini adalah tindakan.

(Tim Redaksi)

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Lanjutkan, Go it!) #days=(20)

Terima Kasi sudah berkunjung ke Media Bahri, Info Lewat WhatSapp Hubungi Sekarang
Ok, Go it!